Nusa Dua, (Analisa). Indonesia berpeluang menjadi referensi harga perdagangan komoditi dunia mengingat Indonesia menjadi salah satu produsen dan pemasok utama sejumlah komoditi yakni sawit, karet, timah, kakao, dan kopi.
Menurut dia Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tak lagi dominan namun justeru akan berupaya mendorong para pelaku usaha yang bergerak dalam perdagangan berjangka komoditi untuk bisa membangun reputasi harga yang lebih baik.
Ia menilai tanpa adanya reputasi yang baik, maka mustahil bisa menjadi referensi harga dunia.
“Ini menjadi tantangan. Kalau kita lihat perdagangan komoditi di bursa masih kecil secara prosentase.
Ke depan harus dibuat lebih signifikansehingga referensi harga bisa kita dapat,” ujar Bayu.
Selain banyaknya komoditi yang dihasilkan di Indonesia, munculnya para konsumen seperti dari China, India, dan Korea Selatan menjadikan kekuatan ekonomi barat kini bergeser ke Asia.
Meskipun demikian, Wakil Menteri Perdagangan tidak ingin mengejar komoditi Tanah Air menjadi referensi harga dunia karena yang lebih terpenting adalah menjadi acuan harga bagi dalam negeri sendiri.
“Pada saat berdagang sawit, kita tidak perlu mencari harga di tempat lain, kita lihat harga sendiri dan kita harus bangun reputasi harga,” ucap Bayu.
Berkembangnya industri perdagangan berjangka komoditi di dalam negeri sangat dibutuhkan sebagai sarana lindung nilai dan pembentukan harga komoditi.
Hal tersebut seiring dengan berkembangnya industri hilir dari sejumlah komoditi potensial di dalam negeri.
Data dari Kementerian Perdagangan menyatakan eskpor komoditi olahan “crude palm oil” (CPO) misalnya meningkat pada periode Januari-Agustus 2012 mencapai 8,6 juta ton atau meningkat 48,82 persen dengan total nilai mencapai 8,8 miliar dolar AS.
Sedangkan untuk ekspor komoditi kakao juga meningkat pada periode yang sama sebesar 34,4 persen atau setara dengan 133.900 ton dengan nilai ekspor mencapai 339 juta dolar AS. (Ant)